Basmalah



”Dengan menyebut nama Allâh yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”.
ISLAM DAN HIDUP KEROHANIAN.




”Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”.

Prof. Dr. Muh. Mustafa Hilmi menerangkan, bahwa ada hidup kerohanian dalam Islam, dan menceritakan dalam ”Al-Muhadarat "Ammah” (Mesir, 1960), sbb. :

Kehidupan manusia itu ada dua macam, kehidupan kebendaan (material) yang terdiri dari harta benda, kemegahan dan sebagainya, dan kehidupan kerohanian (spiritual).

Adapun kehidupan kerohanian itu merupakan sentral induk yang memberi kehidupan seseorang yang menghubungkan sesamanya, manakala yang ruhy itu telah berada dalam kemurnian (ikhlas, bersih, murni, jujur, Peny.), maka ia akan melahirkan kemurnian pula pada seseorang dalam perkataan dan perbuatannya, senantiasa baik dan disenangi dalam segala kehidupan dan pergaulan, menemukan keindahan dalam rasa dan cita.

Itulah hidup kerohanian yang telah ditempuh oleh Salafus Shalih Muslimin zaman yang lalu! Hidup kerohanian ini telah meliputi jagat semesta yang bersumber dari Nabi Muhammad Saw. Kehidupan ini berjalan terus masa sahabat dan Tabi'in, masa Tabi'-Tabi'in yang Zuhad, Ubad, Nussak, Qurra', dan para Sufi, kemudian disambung lagi oleh orang-orang yang memfalsafahkan tasawwuf.

Tasawwuf Islam dimasuki oleh bermacam-macam falsafah dan pandangan hidup kerohanian di luar Islam, sehingga orang yang tidak tahu akan haqiqat tasawwuf Islam mengatakan bahwa tasawwuf Islam itu bersumber dari persi, Yunani, Hindu, dan Kristen. Padahal jika mereka mengetahui hidup kerohanian Islam itu, adalah orisinil dan di dalamnya terdapat unsur-unsur ilmiah, jadi hidup kerohanian Islam itu bukan imitasi dari bermacam-macam falsafah hidup di luar Islam, persangkaan mereka akan berubah dan sungguh tidak benar.

Untuk menjelaskan purbasangka dan kekeliruan-kekeliruan di atas, maka marilah saya jelaskan ”Sejarah Hidup Kerohanian dalam Islam”, atau dengan kata lain ”Hidup Kerohanian al-Muhammadiyah” selaku sumber pertama daripada hidup zuhud dan Zuhad dalam riyadhaat (latihan), mujahadaat (berjuang), musyahada, beroleh kesaksian dan mukasyafaat terbuka hijab.

Jika kita perhatikan kehidupan Muhammad Saw. Diangkat menjadi Rasul, maka kita lihat Muhammad itu memulai kehidupannya dengan menyendiri dan mengasingkan diri di gua Hira, di sana ia melatih diri mengasah jiwanya, ia bertekun dan berfikir, ia memperhatikan keindahan alam dan susunannya, memperhatikan segala-galanya dengan mata hatinya, dengan demikian pandangan dan kepribadiannya menjadi bersih dan sempurna, sehingga ia layak untuk didatangi Jibril dan menerima daripadanya wahyu. Muhammad diajarkan membaca oleh Jibril, bacaan Muhammad yang mula-mula sekali berbunyi ”iqra bismi rabbika dsb” artinya : ”Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah menjadikan. Ia telah menjadikan manusia daripada sekepal darah. Bacalah karena tuhanmu yang amat mulia itu telah mengajar manusia apa yang tidak mereka ketahui”. Muhammad membaca ayat ini, bacaan yang berarti ”pengakhiran dan permulaan”, pengakhiran terhadap kehidupan menyembah berhala yang materialistis yang meliputi kehidupan masyarakat Arab waktu itu, dan permulaan kepada kehidupan tauhid dan beribadat kepada Allah Yang Maha Esa, tempat bergantung manusia, Allah yang satu dan tidak diperanakkan, tidak ada yang sebaya dengan_Nya seorangpun. Pembacaan Muhammad inilah yang mengubah pri-hidup lahir dan pri-hidup kejiwaan bangsa Arab. Hal ini berkelanjutan dengan kehidupan mereka yang berbahagia berkat limpahan ayat-ayat Al Qur'an, dan pimpinan utama Muhammad Rasulullah sendiri.

Apa yang diperbuat Rasul setelah wahyu turun? Apa langkah dan geraknya? Latihan dan perjuangan apa yang dilakukan terhadap dirinya dan gangguan syeitan.

Setelah Muhammad menjadi Rasul, sesudah ia sering mengasingkan diri di gua Hira, maka ia selalu melakukan latihan (riyadhah) dan berjuang (mujahadah). Ia shalat tahajjud sampai jauh malam hingga gembung kakinya. Pernah Aisyah mengatakan : ”Kenapa engkau beribadah sekuat itu ya Rasulullah, padahal dosa engkau yang lalu dan yang akan datang telah diampuni?” Rasul menjawab : ”Keinginanku hendak menjadi hamba Allah yang bersyukur!” Syukur, syukur inilah yang meresap dalam jiwa Muhammad, dengan syukur ini pula ia mencapai ”Haqiqat Ketuhanan”. Kemudian dengan segala jihad ia berlatih, ia dzikir, syukur, shabar, ridha, qanaah, dan zuhud, ia berlapang dada dalam menghadapi segala percobaan dan rintangan sewaktu menjalankan Da'wah ke Jalan Allah.

Itulah kehidupan dan prihidup Muhammad Rasulullah yang telah dicontohkannya, guna diikuti dan diteladani oleh orang-orang yang memenuhi seruannya dan oleh orang-orang yang menganut agamanya!

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, hidup kerohanian Muhammad Saw baik sebelum dan sesudah ia menjadi Rasul adalah sumber utama kerohanian Islam, teladan bagi zuhad, bagi ubad, nusak, Fukara' dan shufiah.

Adapun sifat-sifat sabar, syukur, zuhud, ridha dan sebagainya adalah sifat-sifat yang telah dibenarkan Muhammad Saw dan telah dipraktekkannya pada dirinya sendiri. Sifat-sifat itu keseluruhannya diambil alih oleh para Sufi yang mereka istilahkan dengan ”maqamat dan akhwal”.

Para sufiyah membuat suatu sistem (thariqah), sistem itu berjangka dan bertingkat-tingkat (marahil dan maratib). Jangka dan tingkat-tingkat itu harus ditempuh oleh setiap pengembaranya (salik) dalam menuju kepada Allah Swt. Maratil itu bermacam-macam pula mendapatkannya, dengan pendidikan (tahzib), dengan berita suka dan ancaman (targhib dan tarhiib), yang timbul dari dirinya sendiri atau dengan perantaraan pimpinan syeikh yang menentukannya ke arah pendidikan kerohanian. Begitulah sistem para sufiyah dalam menuju Allah Swt. yang semakin lama semakin berkembang ajarannya atau sistemnya.

Kemudian jika kita telah mengetahui bahwa kehidupan rasul itu adalah sumber utama para Sufi dan tasawwuf Islam, di samping itu hadits dan do'a Rasul yang diucapkan dalam berbagai tempat dan suasana adalah juga menjadi sumber utama Tasawwuf Islam. Rasul pernah berdo'a dan menyerukan ”cinta kepada Allah dan sesama makhluk, persaudaraan, toleransi, berbudi luhur, berkata manis, mengutamakan aqal, memenuhi janji dan keutamaan-keutamaan lainnya yang harus diamalkan dan menjadi perhiasan hidup Muslim (tahalli)”.

Begitu juga Nabi Muhammad Saw. dengan i'tikafnya. Semua langkah dan perjalanannya merupakan teladan Muslim dalam menunaikan segala kewajiban terhadap Allah, jasmaniyah dan rohaniyah.

Perbuatan Rasulullah yang telah digariskannya itu, pada haqiqatnya adalah sorotan Al Qur'an, dan dari Al Qur'an itulah yang membuat para Sufi menggali rahasia-rahasia dalam kehidupan tasawwuf mereka. Mereka gali dari segi ilmiyah, dari segi zauq dan perasaan, seperti saja mereka merumuskan Hubb Al-Ilahy yang mereka ambil dari ajaran Al Qur'an :

”Hai orang yang beriman, siapa yang ragu di antaramu akan agama Allah, maka nanti Allah akan mendatangkan satu golongan yang dicintai Allah, dan mereka sangat mencintai Allah”. Cinta yang terjalin ini, saling isi mengisi antara Allah dengan hamba_Nya dan antara hamba dan Tuhannya, cinta abadi yang menjadi cita-citanya tasawwuf Islam. Kecintaan kepada Allah ini menimbulkan akal yang bersinar dan menyinari diri pribadi, melahirkan ucapan dan kata-kata indah dalam sajak, syair prosa dan puisi menumbuhkan seni budaya yang menyedapkan pandangan dan menggetarkan jiwa.

Perhatikanlah syair Al-Faridh yang tenggelam dalam cintanya kepada Allah, katanya :

  • Sekalian pengawal-Mu melengahkan-Mu; Kecuali aku dan beberapa orang pengawal; Berkumpul para Asyiq di bawah benderaku; Dan hamba-hamba di bawah bendera-Mu.

Perhatikan pula munajat Rabi'ah al-A'dawiyah dengan Tuhannya, yang penuh rasa cinta :

  • Cintaku ada dua cinta; Cinta rindu dan cinta kepada_Mu belaka; Cinta pertama membimbangkan daku belaka; Adapun cinta kepada_Mu, maka ia: Bertemu dengan_Mu tanpa tirai apa-apa; Tak ada segala puji dan puja; Kecuali hanya untukmu sahaja.

Hubbuilahi sebagaimana didendangkan Al-Faridh dan Rabi'ah itu adalah jiwa Islam, sebab Islam itu adalah dinul hubb, dan Muhammad Rasulullah pernah berkata :

  • Aku beragama, dengan agama - cinta; Aku berlayar dengan bahteranya; Cinta adalah agamaku dan imanku pula.

Hubb atau agama yang didirikan di atas hubb, tidak lain dari ”DINUL ISLAM”. sebagaimana yang diuraikan oleh Ibnu Arabi sendiri dalam syair-syairnya yang berjudul ”arti kasih dan cinta”.

Demikianlah, jika kita mencari sumber telaga tempat mereka menyauk, maka tidak ada yang lain, selain dari Al Qur'an, hadits dan asar Nabi.

Jika kita kembali kepada Al Qur'an, maka Al Qur'an itu jelas mengajak kepada ”cinta yang isi-mengisi antara Allah dan manusia, menetapkan bahwa Allah itu ”sumber segala” - ”Allah Nur langit dan bumi,” ”Di mana dan kemanapun engkau menghadap di situlah wajah Allah” Al Qur'an membentangkan jalan-jalan kebaikan, jalan-jalan kecintaan, persaudaraan dan persamaan. Semua itu menjadi buah bibir para shufiyah dan itulah landasan dari Mazhab Tajally mereka. Tajallynya Allah pada benda-benda alami ini, tajalli afa'lnya, asmanya, Dzat pada bermacam-macam keadaan. Mereka mendasarkan semua itu kepada firman Allah: ”Allah itu cahaya langit dan bumi”, dan firman_Nya : Ke mana kamu menghadap di sanalah wajah Allah”.

Tidak cukup begitu saja, malah para Sufi menetapkan bahwa Allah Maha Pembuat yang Haqiqi, dan bahwasanya insan itu dari Allah, insan itu laksana potlot di tangan penulis, bergerak menurut kemauan penulis. Manusia menyangka bahwa perbuatannya dari iradahnya sendiri, tidak! Perbuatan manusia itu pada haqiqatnya adalah iradah dan kehendak Allah. Pendapat ini diambil para sufiyah dari ayat Al-Qur'an : ”Wama ramaita iz ramaita walakinnallaha rama”. Bukan engkau yang melempar sewaktu engkau melempar, tetapi yang melempar itu sebenarnya Allah jua.

Ayat di atas pada kelahirannya, menerangkan kemenangan Muslimin dalam perang dengan bantuan Allah tetapi para Sufi menta'wilkan ayat itu dengan pengertian lain, yaitu bahwa Allah itu menguasai sesuatu, selain daripadanya tidak ada sesuatu, Allah yang berbuat dan mengatur, yang dibuat dan yang diaturnya itu ia dilahirkan pada manusia, manusia yang dapat berbuat dan mengatur, menyangka bahwa hal itu dari kuasa mereka sendiri, padahal sebenarnya dari Allah, beserta Allah dan dengan Allah”.

Setelah kita meng-analisa semua itu, maka jelaslah bahwa : ”Sumber hidup kerohanian dalam Islam itu adalah murni, penuh keikhlasan, dan tidak bercampur sedikit pun dengan anasir-anasir lainnya.

Kita dapat membenarkan, bahwa orang-orang Muslimin itu pernah berhubungan dengan bangsa-bangsa lain, saling ambil-mengambil kebudayaan dan saling pengaruh-mempengaruhi, seperti percampuran antara Muslimin dengan bangsa-bangsa Yunani, Parsi dan Hindu, tetapi percampuran itu tidak sampai merobah prinsip-prinsip Islam dalam hidup kerohaniannya, ia tetap orisinil sebagai yang diterangkan oleh Al Qur'an. Hadits dan kehidupan Muhammad sebelum dan sesudah ia menjadi Rasul.

Itulah sumber-sumber Islam yang asli, yang bersih lagi murni, yang mengilhamkan hidup kerohanian para zuhad , ubbad pada masa dahulu, kemudian diiringi oleh para shufi dan ahli filsafat shufi.

Dengan menjelaskan persoalan di atas, maka kita ketahuilah dimana kesalahan faham ahli-ahli ketimuran Barat tentang hidup kerohanian Islam dan sumber-sumbernya. Dan tahulah kita sekarang, bahwa : ”Cita-cita hidup kerohanian Islam itu adalah ajaran Islam sendiri dan tujuan asli dari segala usaha para shufi adalah menurut Islam, cita-cita yang disinari rahasia, kemudian cahaya itu menyinari bumi Arab sekaliannya, akhirnya cahaya itu mengisi lubuk hati setiap Muslim!”

Demikianlah kata Prof. Dr. Muh. Mustafa Hilmi dalam ceramah ilmiyahnya di hadapan alim ulama di Mesir, termuat dalam majalah tersebut di atas.

🙏

”Menuntut ilmu wajib bagi setiap Muslim”. (HR. Ibn. Majah, Thabrani, Baihaqi dan Ibn.'Adi).