ILMU TAREKAT DALAM TASAWUF.

”Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”.
Sebagaimana sudah kita terangkan, bahwa tarekat itu artinya jalan, petunjuk dalam melakukan sesuatu ibadat sesuai dengan ajaran yang ditentukan dan dicontohkan oleh Nabi dan dikerjakan oleh sahabat dan tabi'in, turun-temurun sampai kepada guru-guru, sambung-menyambung dan rantai-berantai. Guru-guru yang memberikan petunjuk dan pimpinan ini dinamakan Mursyid yang mengajar dan memimpin muridnya sesudah mendapat ijazat dari gurunya pula sebagaimana tersebut dalam silsilahnya. Dengan demikian ahli Tasawwuf yakin, bahwa peraturan-peraturan yang tersebut dalam ilmu syari'at dapat dikerjakan dalam pelaksanaan yang sebaik-baiknya.
Orang Islam yang tidak mengerti ilmu tasawwuf acapkali bertanya secara mengejek, mengapa ada pula ilmu Tarekat, apa tidak cukup ilmu Fiqh itu saja dikerjakan untuk melaksanakan ajaran Islam itu. Orang yang bertanya demikian itu sebenarnya sudah melakukan ilmu tarekat, tatkala gurunya yang mengajarkan ilmu fiqh itu kepadanya, misalnya sembahyang, menunjuk dan membimbing dia, bagaimana cara melakukan melakukan ibadat sembahyang itu, bagaimana mengangkat tangan pada waktu takbir pembukaan, bagaimana berniat yang sah, bagaimana melakukan bacaan, bagaimana melakukan Mukti dan sujud, semuanya itu dengan sebaik-baiknya. Semua bimbingan guru itu dinamakan tarekat, secara minimum tarekat namanya, tetapi jika pelaksanaan ibadat itu berbekas kepada jiwanya, pelaksanaan itu secara maksimum hakekat namanya, sedang hasilnya sebagai tujuan terakhir daripada semua pelaksanaan ibadat itu ialah mengenal Tuhan sebaik-baiknya, yang dengan istilah sufi makrifat namanya, mengenal Allah, untuk siapa dipersembahkan segala amal ibadat itu.
Dalam ilmu tasawwuf penjelasan ini disebut disebut demikian: Syari'at itu merupakan peraturan, tarekat itu merupakan pelaksanaan, hakekat itu merupakan keadaan dan makrifat itu adalah tujuan yang terakhir. Dengan lain perkataan Sunnah harus dilakukan dengan tarekat, tidak cukup hanya keterangan dari Nabi saja, jikalau tidak dilihat pekerjaannya dan cara melakukannya, yang melihat itu adalah sahabat-sahabatnya, yang menceritakan kembali, kepada murid-muridnya, yaitu tabi'in, yang menceritakan kepada pengikutnya, yaitu tabi-tabi'in, dan selanjutnya, sebagaimana yang dituliskan dalam hadits, dalam Asar dan dalam kitab-kitab ulama.
Jadi dengan demikian itu dapatlah kita katakan bahwa bukanlah Qur'an itu tidak lengkap atau Sunnah dan ilmu fiqh itu tidak sempurna, tetapi masih ada penjelasan lebih lanjut dan bimbingan lebih teratur, agar pelaksanaan daripada peraturan-peraturan Tuhan dan Nabi itu dapat dilakukan menurut semestinya, tidak menurut penangkapan otak orang yang hanya membacanya saja dan melakukan sesuka-sukanya. Naksyabandi berkata bahwa Syari'at itu segala apa yang diwajibkan, dan hakekat itu segala yang dapat diketahui, syari'at itu tidak bisa terlepas daripada hakekat dan hakekat itu tidak bisa terlepas daripada syari'at. Agaknya inilah maksudnya Imam Malik mengatakan, bahwa barang siapa mempelajari tasawwuf, maka dia fasik, barang siapa mempelajari tasawwuf saja dengan tidak mengenal fiqh, maka dia itu zindiq, dan barang siapa mempelajari serta mengamalkan kedua-duanya, maka ia itulah mutahaqqiq yaitu ahli hakekat yang sebenar-benarnya.
Sebagai contoh dapat kita sebutkan, thaharah atau bersuci, menurut syari'at dilakukan dengan air atau tanah, tetapi ada tingkat yang lebih tinggi dengan tidak keluar dari garis syari'at bahkan lebih menyempurnakannya, yaitu melakukan thaharah secara tarekat, dengan membersihkan diri kita daripada hawa nafsu sehingga kebersihan itu dilakukan secara hakekat, yaitu mengosongkan hati kita daripada segala sesuatu yang bersifat selain Allah.
Maka bagaimanapun juga perselisihan pengertian, tidak dapat tidak kita akui bahwa semua syari'at itu hakekat, dan semua hakekat itu syari'at pada dasarnya, syari'at itu disampaikan dengan perantaraan Rasul dan hakekat itu maksud yang terselip di dalamnya, meskipun merupakan sesuatu yang tidak diperoleh dengan perintah. Syari'at di umumkan dengan pekerjaan-pekerjaan yang wajib dilakukan dan pekerjaan-pekerjaan yang terlarang yang harus dijauhkan, sedang dengan hakekat itu kita diajarkan membuka dan mengenal rahasia-rahasianya yang tersembunyi di dalamnya. Apabila rahasia ini sudah kita kenal, kita kenal pula penciptanya, yaitu Allah, dan lalu bertambah gembiralah kita dan yakin kepada_Nya serta mengerjakan amalan-amalan itu.
Jadi syari'at dan tarekat itu tidak lain daripada mewujudkan pelaksanaan ibadat dan amal, sedang hakekat itu memperlihatkan ihwal dan rahasia tujuannya.
Acapkali kita bertemu dalam ilmu fiqh, bahwa dalam suatu hukum terkadang tiga macam cara mengerjakannya. Jika kita sebutkan dengan istilah sufi, dalam suatu syari'at ada tiga macam tarekat untuk mencapai tujuannya. Misalnya Nabi membasuh tangan dalam wudhu, ada satu kali, ada yang dikerjakan dua kali, dan ada yang dikerjakan tiga kali, dengan ada keterangannya mengenai ketiga cara itu. Demikian juga berkenaan dengan yang lain-lain, mengenai keyakinan ber-Tuhan, mengenai membersihkan diri, dan mempertinggi mutu akhlak mengenai kebahagiaan manusia, dsb.
Dan oleh karena itu Nabi selalu memberikan jawaban yang berlainan, tatkala ditanyakan orang manakah thuruq atau jalan yang sedekat-dekatnya pada Tuhan. Misalnya mengenai taqarrub menebalkan keyakinan kepada Tuhan, yang dikemukakan oleh Ali bin Abi Thalib kepada Rasulullah. Kata Ali bin Abi Thalib : ”Aku berkata kepada Rasulullah. Tunjuki daku thuruq yang sedekat-dekatnya dan semudah-mudahnya serta yang semulia-mulianya kepada Allah, yang semudah-mudahnya dapat dikerjakan oleh hamba_Nya!” jawabnya: ”Ya Ali, hendaklah engkau selalu zikir dan ingat kepada Tuhan, terang-terangan atau diam-diam”. Kataku pula: ”Tiap orang berzikir, sedang aku menghendaki daripadamu yang khusus untukku”. Jawabnya: ”Sebaik-baiknya perkataan yang aku ucapkan dan yang diucapkan oleh Nabi-nabi sebelumku ialah kalimah Syahadat”La ilaha illallah”, tiada Tuhan melainkan Allah. Jika ditimbang dengan dacing, pada sebuah daun timbangan ditumpukkan tujuh petala langit dan tujuh petala bumi, dan pada daun yang lain diletakkan kalimah Syahadat itu, pasti daun timbangan yang membuat kalimah Syahadat itu lebih berat daripada yang lain”.
Mungkin tiap orang bisa menangkap salah keterangan ini dengan mengambil kesimpulan, bahwa yang perlu untuk mendekati Tuhan hanyalah ucapan tahlil, tidak perlu sembahyang, tidak perlu puasa, tidak perlu zakat dan tidak perlu haji. Tarekatlah dan mursyidnya yang akan menunjuk mengajari orang itu serta membimbingnya, bahwa maksudnya itu bukan demikian. Di samping semua kewajiban agama, yang kadang-kadang dikerjakan dengan tidak berjiwa, keyakinan mentauhidkan Tuhan itulah yang tidak boleh ditinggalkan, apakah tauhid itu akan diucapkan dengan lidah sebagai latihan, apakah ia akan diresapkan dengan ingatan, semua itu pekerjaan seorang mursyid yang bijaksana. Lebih dahulu meresapkan ke-Esa-an Tuhan, kemudian baru ta'at dan mempersembahkan amal ibadat kepada_Nya.
Ilmu tasawwuf mengajarkan dari pengamalan dan filsafatnya, bahwa riadhah amalan saja tidak dapat memberi bekas dan memberi faedah apa-apa, juga tidak mendekatkan hamba kepada Allah, selama riadhah itu tidak sesuai dengan syari'at sejalan dengan Sunnah Nabi. Al Junaid berkata, bahwa semua yg tarekat itu tertutup bagi manusia, kecuali bagi mereka yang mengikuti jejak Rasulullah.
Pokok dari semua tarekat itu adalah lima:
- Mempelajari ilmu pengetahuan yang bersangkut paut dengan pelaksanaan semua perintah.
- Mendampingi guru-guru dan teman setarekat untuk melihat bagaimana cara melakukannya sesuatu ibadat.
- Meninggalkan segala rukhsah dan ta'wil untuk menjaga dan memelihara kesempurnaan amal.
- Menjaga dan mempergunakan waktu serta mengisikannya dengan segala wirid dan do'a guna mempertebalkan khusyu' dan hudur.
- Mengekang diri, jangan sampai keluar melakukan hawa nafsu dan supaya diri itu terjaga daripada kesalahan.
Hal ini kita terangkan dalam bahagian mengenai tujuan tarekat lebih jauh.
”Menuntut ilmu wajib bagi setiap Muslim”. (HR. Ibn. Majah, Thabrani, Baihaqi dan Ibn.'Adi).
