Basmalah



”Dengan menyebut nama Allâh yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”.
ADAB MURID TERHADAP GURUNYA.




”Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”.



Adab-adab murid yang harus diperhatikan terhadap gurunya sebenarnya banyak sekali, tetapi yang terutama dan yang terpenting ialah bahwa seorang murid tidak boleh sekali-kali menentang gurunya, sebaliknya harus membesarkan kedudukan gurunya itu lahir dan batin. Ia tidak boleh meremehkan, apalagi mencemoohkan, mengecam gurunya di depan dan di belakang. Salah satu yang harus diyakini ialah bahwa maksudnya itu hanya akan tercapai karena didikan dan asuhan gurunya, dan oleh karena itu jika pandangannya terpengaruh oleh pendapat guru-guru lain, maka yang demikian itu akan menjauhkan dia daripada mursyidnya, dan akan tidaklah terlimpah atas percikan cahaya. Maka harus ia memperhatikan dengan sungguh-sungguh hal-hal yang tersebut di bawah ini.

1. Pertama-tama ia harus menyerah diri sebulat-bulat dengan sepenuh-penuhnya kepada gurunya, rela ia dengan segala apa yang diperbuat oleh gurunya itu, yang dikhidmati dengan harta benda dan jiwa raganya, dengan jalan demikian barulah terlahir iradah yang murni dan muhibbah, yang akan merupakan penggerak dalam usahanya, merupakan kebenaran dan keikhlasan yang tidak dapat dicapai kecuali dengan jalan demikian.

2. Tidak boleh sekali-kali seorang murid menentang atau menolak apa yang dikerjakan gurunya, meskipun pekerjaan itu pada lahirnya kelihatan termasuk haram.*) Ia tidak boleh bertanya, apa sebab gurunya berbuat demikian, tidak boleh terguris dalam hatinya, mengapa pekerjaannya belum jaya. Barang siapa yang ingin beroleh ajaran gurunya dengan sempurna, ia tidak menolak sesuatu apapun juga daripadanya. Dari seorang guru kadang-kadang kelihatan lukisan yang tercela pada lahirnya, tetapi kemudian kelihatan terpuji dalam batinnya, seperti yang terjadi dengan Nabi Musa terhadap Nabi Khidir. Oleh karena itu salah seorang sufi melukiskan kewajiban murid terhadap Syeikhnya dalam suatu sajak sebagai berikut:

  • Engkau laksana mayat terlentang, di depan gurumu terletak membentang, dicuci dibalik laksana batang, janganlah engkau berani menentang.


  • Perintahnya jangan engkau elakkan, meskipun haram seakan-akan, tunduk dan tha'at diperintahkan, engkau pasti ia cintakan.


  • Biarkan semua perbuatannya, meskipun berlainan dengan syara'nya, kegelapan hati akan nyatanya, bagimu akan jelas rahasianya.


  • Ingatlah cerita Khaidir dan Musa, tentang pembunuhan anak desa, Musa seakan putus asa, pada akhirnya ia terasa.


  • Pada akhirnya jelaslah sudah, tempat padanya secara mudah, kekuasaan Allah tidak tertadah, ilmunya luas tidak termadah.

Demikian kira-kira isi syair sufi mengenai ilmu Tuhan yang mengatasi akal manusia, diilhamkan kepada siapa yang dikehendakinya, kita petik dari kitab ”Tanwirul Qulub” karangan Muhammad Amin Al Kurdi An-Naqsyabandi, yang sudah kita sebutkan di atas itu.

3. Seorang murid tidak boleh mempunyai maksud berkumpul dengan Syeikhnya untuk tujuan dunia dan akhirat, dengan tidak menegaskan dan menandaskan kehendak kesatuan yang sebenar-benarnya, baik mengenai ihwal, maqam, fana, maupun baqa' dalam keesaan Tuhan, karena jika tidak demikian itu maka ia merupakan seorang murid yang hanya menuntut kesempurnaan dirinya dan ihwalnya sendiri.

4. Seorang murid tidak boleh melepaskan ikhtiarnya sendiri dari ikhtiar Syeikhnya dalam segala pekerjaan, baik merupakan keseluruhan atau bahagian-bahagian ibadat adat kebiasaan. Setengah daripada tanda seorang murid yang benar, bahwa ia begitu tha'at kepada Syeikhnya, sehingga kalau Syeikhnya memerintahkan ia masuk ke dalam nyala api, ia mesti memasukinya, jikalau ia masuk tidak terbakar benarlah ia, jika terbakar pasti ia dusta.

5. Murid tidak boleh mempergunjingkan sekali-kali keadaan Syeikhnya, karena yang demikian itu merupakan pokok kebinasaan, yang biasanya banyak terjadi. Sebaliknya ia harus membaik sangka kepada gurunya dalam tiap keadaan.

6. Begitu juga murid itu memelihara Syeikhnya pada waktu ia tidak ada, sebagaimana ia memelihara guru itu pada waktu ia hadir bersama-sama, dengan demikian selalu ia mengingat Syeikhnya itu pada tiap keadaan, baik dalam perjalanan maupun tidak dalam perjalanan, agar ia beroleh berkatnya.

7. Seorang murid menganggap tiap berkat yang diperolehnya, baik berkat dunia maupun berkat akhirat, disebabkan oleh berkat Syeikhnya itu.

8. Ia tidak boleh menyembunyikan kepada gurunya sesuatu yang terjadi pada dirinya sendiri, mengenai ihwal, kekhawatiran, kejadian-kejadian yang tertimpa atas dirinya, segala macam kasyaf dan keramat, yang dianugerahi Allah sewaktu-waktu kepadanya, semuanya itu diceritakan dengan terus terang kepada gurunya itu.

9.meskipun demikian tidaklah boleh seorang murid menafsirkan sendiri segala kejadian itu, segala mimpinya dan segala kasyaf yang terbuka kepadanya, apalagi memegangnya dengan keyakinan, sebaliknya ia menerangkan semua kepada Syeikhnya itu sambil menanti jawabnya dengan tidak usah menagih jawab itu secara mendesak. Jika ada seorang Syeikh lain bertanya kepada seorang murid tentang sesuatu masalah, janganlah menjawab dengan segera masalah itu di depan gurunya.

10. Ia tidak boleh menyiarkan rahasia-rahasia gurunya, atau mengadakan siaran-siaran yang lain tentang gurunya itu.

11. Ia tidak boleh mengawini seorang wanita yang kelihatan disukai oleh Syeikhnya hendak dinikahinya, begitu juga ia tidak boleh kawin dengan dengan seorang perempuan bekas isteri gurunya, baik yang ditinggalkan cerai atau ditinggalkan mati.

12. Seorang murid tidak boleh hanya mengeluarkan nasehat atau pandangan kepada gurunya mempercakapkan sesuatu pekerjaan yang hendak dikerjakan, begitu juga ia tidak boleh meninggalkan pekerjaan yang sedang dihadapi gurunya. Sebaliknya ia menyerahkan seluruh pikiran kepada gurunya dan menganggap bahwa gurunya itu meminta nasehat kepadanya hanya ditimbulkan kecintaan semata-mata.

14. Apabila seorang murid memandang dirinya dengan penuh ujub karena amalan-amalannya, atau memandang telah meningkat lebih baik dari ihwalnya, maka segera hal itu diadukannya kepada gurunya, agar guru memberikan petunjuk, bagaimana mengobati penyakitnya itu, jika didiamkan perasaan itu nanti pasti akan tumbuh menjadi ria dan munafik dalam hatinya.

15. Murid tidak boleh memberikan atau menjual kepada orang lain apa yang dihadiahkan oleh gurunya, meskipun gurunya itu mengizinkan menyerahkan pemberiannya itu kepada orang lain, karena didalam pemberian guru itu tersembunyi air kefakiran yang dicari-cari dan yang mendekatkan dia kepada Allah.

16. Di antara adab-adab murid juga di dalam tarekat yang di anggap ihwalnya terbaik ialah, bahwa ia memberikan harta bendanya sebagai sedekah atas permintaan Syeikhnya, karena menurut ajaran, bahwa seorang murid dianggap sudah sempurna tha'at kepada Syeikhnya, yang kemudian dapat membawa dia kepada Tuhannya, jika ia berbuat yang demikian itu, dengan lain perkataan mengurbankan untuk sedekah apa yang dicintainya.

17. Murid yang baik tidaklah menganggap ada sesuatu kekurangan pada Syeikhnya, meskipun ia melihat kekurangan itu terjadi dalam kehidupannya, seperti banyak tidur pada malam hari, kurang war'a dll. karena kekurangan-kekurangan yang demikian itu memang ditakdirkan Allah kepada wali-wali Nya dalam kelupaan dan kealpaan, yang tidak terdapat tatkala mereka sadar, dan apabila sadar sekalian itu akan dipenuhi kembali.

18. Harus diingat bahwa murid itu tidak boleh memperbanyak bicara di depan Syeikhnya, harus ia ketahui waktu-waktu berbicara itu. Jika ia berbicara hendaklah dengan tegas, dengan adab, dengan khusuk, dengan khuduk, dengan tidak berlebihan dari apa yang perlu. Kemudian ia menanti jawabnya dengan tenang, jika jika belum puas hanya ia bertanya kedua kalinya, sesudah itu terbataslah pertanyaan itu.

19. Tidak boleh sekali-kali di hadapan guru seorang murid berbicara keras, karena bicara keras itu di hadapan orang-orang besar termasuk laku yang tidak baik. Sebaliknya, ke 20, ia tidak boleh duduk bersimpuh di depannya, tidak boleh duduk di atas sajadah, tetapi memilih tempat yang dapat menunjukkan laku merendah diri dan mengecilkan dirinya, seterusnya ia berkhidmat kepada Syeikhnya. Kata Sufi: ”Khidmat pada sesuatu bangsa merupakan amal shaleh”. Ke 21, cepat kaki ringan tangan mengenai segala apa yang diperintahkan oleh gurunya, tidak istirahat dan berhenti, sebelum pekerjaan itu selesai.

Lain daripada yang tersebut di atas seorang murid harus mengingat, bahwa ia menjauhkan diri daripada segala pekerjaan yang dibenci oleh Syeikhnya (22), tidak boleh bergaul orang yang dibenci oleh Syeikhnya, tetapi mencintai orang yang dicintainya (23). Ia harus sabar jika Syeikhnya belum memenuhi permintaannya, dan tidak boleh menggerutu dan memperbanding-bandingkan dirinya dengan orang lain dalam pelayanan Syeikhnya. (24), tidak boleh duduk pada tempat yang disediakan bagi gurunya, tidak boleh enggan dan segan-segan terhadap segala pekerjaan, tidak boleh bepergian, tidak boleh kawin, tidak boleh mengerjakan sesuatu pekerjaan penting kecuali dengan izinnya (25), tidak boleh menyampaikan kepada orang lain pekerjaan Syeikhnya kecuali yang dapat dipahami mereka itu sekedar kekuatan akalnya (26), dan tidak menyampaikan salamnya melalui orang lain kepada Syeikhnya, tetapi kalau ada kesempatan menziarahinya sendiri (27)

Ada kalanya Guru Mursyid memberi kebebasan pada murid, jika sudah kelihatan tanda kesungguhan murid. Guru Mursyid memberi ujian-ujian semakin berat, kadang kelihatan tidak memperhatikan, itu semua agar Nafsunya murid menjadi kalah dan bisa tenggelam kedalam Maqom Fana'. (Hanya Cinta Kepada Allah SWT).

🙏 🙏🙏



Sumber: Dari buku Pengantar Ilmu Tarekat
Oleh: Prof.Dr.H. Abubakar Aceh.